Selasa, 14 Mei 2013

Cerpen oleh Palris Jaya - FLP Jakarta

http://peaceofhumanitarian-brotherhood.blogspot.com/

Tugas Resume Pertemuan Ke-3
Pramuda Angkatan 17
Membahas Cerpen oleh Mas Palris Jaya
Oleh: Isti Toq’ah
Minggu, 24 Maret 2013
Masjid Amir Nur Hamzah, Taman Ismail Marzuki Jakarta
            Pertemuan Pramuda 17 kali ini membahas seputar cerpen. Pengisi materi adalah Mas Palris Jaya. Ia akrab dipanggil Mas Ipal. Pembahasan materi tidak distruktur berurutan, namun ilmu yang didapatkan luar biasa banyak. Berbeda rasanya kalau hanya membaca buku panduan menulis cerpen.
            Pertama, dalam dunia kepenulisan perlu memantapkan tujuan dan motivasi dulu. Menanyakan pada diri sangat perlu. Apakah menulis untuk dipublikasikan? Skenario sinetron atau filmkah? Atau malah ingin mengikuti jejak penulis terkenal? Mas Ipal sendiri awalnya menulis karena penasaran cerpennya dimuat. Nah ini setelah ia mencemooh cerpen di Anita Cemerlang. Bagi anak laki-laki yang menyukai kungfu dan cerita pendekar, cerpen seperti itu terlalu cengeng.
            Ternyata menulis itu tidak mudah. Banyak kali cerpen Mas Ipal ditolak. Padahal sudah susah payah dikirim dari kampung nun jauh di Padang, Sumatera Barat. Saat itu mesin ketik bermodal boleh pinjam dari Bank BRI terdekat menjadi harapannya. Diksi dan teknis penulisan Mas Ipal masih belum rapi. Itulah respon dari redaksi majalah. Ini membuatnya tidak sepakat dengan Mas Arswendo Atmimiloto ”Mengarang Itu Mudah”.
            Mas Ipal tidak menyerah. Akhirnya ia menemukan tujuan yang lebih memotivasi. Menaklukan penerbit adalah tujuannya. Mempelajari referensi cerpen-cerpen yang sudah dimuat menjadi strateginya. Jadilah mau tidak mau menulis memerlukan modal. Paling tidak untuk membeli majalah. Mas Ipal bukan hanya rela tidak jajan, tapi juga tidak membeli buku pelajaran.
Suatu hari ”Anita Cemerlang” dalam rubrik ”Semua Orang Bisa Mengarang” mengungkapkan semua kaidah menulis. Cara mengetik yaitu mengikuti kaidah kepenulisan. Selanjutnya standar setiap majalah bisa saja berbeda. Ini perlu diperhatikan. Terutama dalam jumlah karakter, kata, dan atau halaman. Dilanjutkan dengan proses pengeditan. Cerpen hanya fokus pada satu cerita tokoh. Halaman sangat membatasinya. Kalau terlalu panjang akan menjadi cerber. Pengeditan juga memastikan kata-kata yang dipilih sudah padat. Informasi yang tidak terelakkan juga menjadi nilai tersendiri (plus point).
Saya bertanya kepada Mas Ipal. Bagaimana menulis cerpen yang mengandung perdamaian lintas agama (interfaith dialogue)? Ia menjawab bahwa isu sosial terkait keseharian kita bisa diangkat. Tentu saja tanpa secara langsung menjabarkan ajaran Islam secara terbuka. Di dalam cerpen nilai-nilai kebaikan Islam yang universal bisa dimasukkan.
Cerpen tidak harus memberi solusi masalah tokoh. Cerita dalam cerpen boleh saja mengambang. Contohnya, ”Menemani Ayah Merokok”, ”Tanah”, dan ”Vijay, Bajaj Pasti Berlalu.” Isu-isu sosial yang dibahas sering terjadi. Mulai perang antar kampung, sengketa tanah, sampai suara bising mesin bajaj dan musik dangdut. Penulis harus cerdik mengemas misi sederhana. Tetap ingat cerpen ditulis menurut kaidah penulisan dan standar majalah. Cerpen hanya bisa sampai ke pembaca melalui majalah yang memuat. Mau tidak mau mesti melalui editor terlebih dahulu.
”Menemani Ayah Merokok” membawa pesan sederhana. Tokoh anak tidak suka ayahnya merokok. Lalu ayahnya jatuh sakit. Ia pun dengan setia menemani ayahnya sampai meninggal. Nilai kemanusiaan berupa ketaatan seorang anak menjadi pesan universal termasuk Islam. Ajakan untuk tidak merokok bisa dikemas tanpa kesan menggurui.
Dalam ”Vijay, Bajaj Pasti Berlalu” tokoh merasa kesal. Ia terganggu dengan suara mesin bajaj yang dipanaskan setiap subuh. Sampai-sampai ia menginap di rumah temannya. Padahal bagi anggota keluarganya yang lain suara itu sebagai alarm yang membangunkan. Kegiatan yang dimulai pagi hari pun menjadi tepat waktu. Suatu pagi tidak terdengar suara mesin bajaj. Ternyata karena sopir bajaj mengalami kecelakaan. Keluarga tokoh bangun kesiangan. Mereka merasa kehilangan.
Rani menanyakan cara memunculkan konflik yang bisa membawa emosi pembaca. Berapa konflik yang bisa ditulis? Mas Ipal mengatakan meramu konflik perlu beberapa trik. Mulai dari merasakan konflik yang dialami tokoh. Lalu membawa perasaan penulis saat memunculkan konflik. Sampai memunculkan shocking therapy berupa konflik yang naik-turun.
Sebagai contoh ”Yang Setelah Kemarau.” PAM di rumah tokoh mati. Orang tuanya berpisah. Lalu ia tinggal dengan bapak dan kakak laki-lakinya. Kakaknya tidak mau membantu mencari air karena hobi pacaran. Tokoh ikut lomba menulis agar hadiahnya bisa untuk membeli pompa air. Saat akan membeli majalah untuk melihat pengumuman lomba, uangnya mepet. Setelah rela tidak jajan, ia membeli majalah namun kalah lomba.
Purwanto bertanya beberapa pertanyaan. Bagaimana memperhatikan karakter media tertentu? Apakah bisa ada kejadian salah muat sampai salah target pembaca? Apa perbedaannya antara cerbung dan cerpen? Bagaimana menebak ending penulis dengan tepat? Mas Ipal merespon bahwa jelas kalau tidak mengikuti standard media pasti akan ditolak. Ini termasuk juga gaya bercerita ciri khas media. Sedangkan tentang salah muat tidak mungkin terjadi. Setiap pembaca memiliki pilihannya sendiri. Lalu, cerbung dimuat secara berseri. Sedangkan cerpen hanya 4-8 halaman saja tanpa berseri. Ending hanya ada tiga macam saja: happy, sad, dan opened.
Mas Ipal mengingatkan untuk memilih genre. Apakah drama, komedi, horror, atau yang lainnya? Ini untuk memperjelas dan memudahkan memutuskan jenis ending. Sebenarnya komposisi menulis dalam setiap tulisan kurang lebih sama. Porsinya saja yang berbeda. Cerpen memiliki takaran yang serba pendek saja.
Alif menanyakan bagaimana cara mendalami tokoh cerpen? Kemudian apakah boleh memasukkan kesukaan penulis? Misalnya Mas Ipal sepertinya menyukai hujan, makanya cerpennya sering ada hujan. Penulis awalnya menulis biodataatau anatomi tokoh dulu. Karakter teman bisa dimanfaatkan untuk membantu. Dimulai dari cara berpakaian tokoh. Lalu postur tubuh tokoh. Sampai tempat tinggal dan asal tokoh bisa mempengaruhi cerita. Hal-hal yang disukai penulis bisa menjadi karakter tulisan penulis.
Pertanyaan terakhir tentang transformasi karakter dan menentukan ending. Apakah ada template dalam cerpen? Mas Ipal merespon cerpen berbeda dengan novel. Halaman membatasi perubahan spesifik karakter tokoh. Tergantung kebutuhan penulis saja. Menulis tidak memiliki template. Untuk membuat opened ending bisa disiasati sejak awal cerita. Membuat pembukaan cerita semenarik mungkin menjadi siasat yang bagus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar