http://peaceofhumanitarian-brotherhood.blogspot.com/
Tugas Resume Pertemuan Ke-3
Pramuda Angkatan 17
Membahas Cerpen oleh Mas Palris Jaya
Oleh: Isti Toq’ah
Minggu, 24 Maret 2013
Masjid Amir Nur Hamzah, Taman Ismail Marzuki
Jakarta
Pertemuan
Pramuda 17 kali ini membahas seputar cerpen. Pengisi materi adalah Mas Palris
Jaya. Ia akrab dipanggil Mas Ipal. Pembahasan materi tidak distruktur
berurutan, namun ilmu yang didapatkan luar biasa banyak. Berbeda rasanya kalau
hanya membaca buku panduan menulis cerpen.
Pertama,
dalam dunia kepenulisan perlu memantapkan tujuan dan motivasi dulu. Menanyakan pada
diri sangat perlu. Apakah menulis untuk dipublikasikan? Skenario sinetron atau
filmkah? Atau malah ingin mengikuti jejak penulis terkenal? Mas Ipal sendiri
awalnya menulis karena penasaran cerpennya dimuat. Nah ini setelah ia mencemooh
cerpen di Anita Cemerlang. Bagi anak laki-laki yang menyukai kungfu dan cerita
pendekar, cerpen seperti itu terlalu cengeng.
Ternyata
menulis itu tidak mudah. Banyak
kali cerpen Mas Ipal ditolak. Padahal sudah susah payah dikirim dari kampung
nun jauh di Padang, Sumatera Barat. Saat itu mesin ketik bermodal boleh pinjam dari Bank BRI
terdekat menjadi harapannya. Diksi dan teknis penulisan Mas Ipal masih belum rapi.
Itulah respon dari redaksi majalah. Ini
membuatnya tidak sepakat dengan Mas Arswendo Atmimiloto ”Mengarang Itu Mudah”.
Mas Ipal tidak menyerah. Akhirnya ia
menemukan tujuan yang lebih memotivasi. Menaklukan penerbit adalah tujuannya. Mempelajari
referensi cerpen-cerpen yang sudah dimuat menjadi strateginya. Jadilah mau
tidak mau menulis memerlukan modal. Paling tidak untuk membeli majalah. Mas
Ipal bukan hanya rela tidak jajan, tapi juga tidak membeli buku pelajaran.
Suatu hari ”Anita Cemerlang” dalam rubrik ”Semua Orang Bisa
Mengarang” mengungkapkan semua kaidah menulis. Cara mengetik yaitu mengikuti kaidah
kepenulisan. Selanjutnya standar setiap majalah bisa saja berbeda. Ini perlu diperhatikan. Terutama dalam jumlah
karakter, kata, dan atau halaman. Dilanjutkan dengan proses pengeditan. Cerpen
hanya fokus pada satu cerita tokoh. Halaman sangat membatasinya. Kalau terlalu
panjang akan menjadi cerber. Pengeditan juga memastikan kata-kata yang dipilih
sudah padat. Informasi yang
tidak terelakkan juga menjadi nilai tersendiri (plus point).
Saya bertanya kepada Mas Ipal. Bagaimana menulis cerpen yang
mengandung perdamaian lintas agama (interfaith dialogue)? Ia menjawab bahwa isu sosial terkait
keseharian kita bisa diangkat. Tentu saja tanpa secara langsung menjabarkan
ajaran Islam secara terbuka. Di dalam cerpen nilai-nilai kebaikan Islam yang
universal bisa dimasukkan.
Cerpen tidak harus memberi solusi masalah
tokoh. Cerita dalam cerpen boleh saja mengambang. Contohnya, ”Menemani Ayah
Merokok”, ”Tanah”, dan ”Vijay, Bajaj Pasti Berlalu.” Isu-isu sosial yang
dibahas sering terjadi. Mulai perang antar kampung, sengketa tanah, sampai
suara bising mesin bajaj dan musik dangdut. Penulis harus cerdik mengemas misi
sederhana. Tetap ingat cerpen ditulis menurut kaidah penulisan dan standar
majalah. Cerpen hanya bisa sampai ke pembaca melalui majalah yang memuat. Mau
tidak mau mesti melalui editor terlebih dahulu.
”Menemani Ayah Merokok” membawa pesan sederhana.
Tokoh anak tidak suka ayahnya merokok. Lalu ayahnya jatuh sakit. Ia pun dengan
setia menemani ayahnya sampai meninggal. Nilai kemanusiaan berupa ketaatan
seorang anak menjadi pesan universal termasuk Islam. Ajakan untuk tidak merokok
bisa dikemas tanpa kesan menggurui.
Dalam ”Vijay, Bajaj Pasti Berlalu” tokoh
merasa kesal. Ia terganggu dengan suara mesin bajaj yang dipanaskan setiap
subuh. Sampai-sampai ia menginap di rumah temannya. Padahal bagi anggota
keluarganya yang lain suara itu sebagai alarm yang membangunkan. Kegiatan yang
dimulai pagi hari pun menjadi tepat waktu. Suatu pagi tidak terdengar suara
mesin bajaj. Ternyata karena sopir bajaj mengalami kecelakaan. Keluarga tokoh
bangun kesiangan. Mereka merasa kehilangan.
Rani menanyakan cara memunculkan konflik yang
bisa membawa emosi pembaca. Berapa konflik yang bisa ditulis? Mas Ipal
mengatakan meramu konflik perlu beberapa trik. Mulai dari merasakan konflik
yang dialami tokoh. Lalu membawa perasaan penulis saat memunculkan konflik.
Sampai memunculkan shocking therapy berupa konflik yang naik-turun.
Sebagai contoh ”Yang Setelah Kemarau.” PAM di
rumah tokoh mati. Orang tuanya berpisah. Lalu ia tinggal dengan bapak dan kakak
laki-lakinya. Kakaknya tidak mau membantu mencari air karena hobi pacaran.
Tokoh ikut lomba menulis agar hadiahnya bisa untuk membeli pompa air. Saat akan
membeli majalah untuk melihat pengumuman lomba, uangnya mepet. Setelah rela
tidak jajan, ia membeli majalah namun kalah lomba.
Purwanto bertanya beberapa pertanyaan. Bagaimana
memperhatikan karakter media tertentu? Apakah bisa ada kejadian salah muat
sampai salah target pembaca? Apa
perbedaannya antara cerbung dan cerpen? Bagaimana menebak ending penulis
dengan tepat? Mas Ipal merespon bahwa jelas kalau tidak mengikuti standard
media pasti akan ditolak. Ini termasuk juga gaya bercerita ciri khas media.
Sedangkan tentang salah muat tidak mungkin terjadi. Setiap pembaca memiliki
pilihannya sendiri. Lalu, cerbung dimuat secara berseri. Sedangkan cerpen hanya
4-8 halaman saja tanpa berseri. Ending hanya ada tiga macam saja: happy,
sad, dan opened.
Mas Ipal mengingatkan untuk memilih genre. Apakah drama, komedi,
horror, atau yang lainnya? Ini untuk memperjelas dan memudahkan memutuskan
jenis ending. Sebenarnya komposisi menulis dalam setiap tulisan kurang lebih sama. Porsinya
saja yang berbeda. Cerpen memiliki takaran yang serba pendek saja.
Alif menanyakan bagaimana cara mendalami tokoh
cerpen? Kemudian apakah boleh memasukkan kesukaan penulis? Misalnya Mas Ipal
sepertinya menyukai hujan, makanya cerpennya sering ada hujan. Penulis awalnya
menulis biodataatau anatomi tokoh dulu. Karakter teman bisa dimanfaatkan untuk
membantu. Dimulai dari cara berpakaian tokoh. Lalu postur tubuh tokoh. Sampai
tempat tinggal dan asal tokoh bisa mempengaruhi cerita. Hal-hal yang disukai
penulis bisa menjadi karakter tulisan penulis.
Pertanyaan terakhir tentang transformasi karakter dan menentukan ending.
Apakah ada template dalam cerpen? Mas Ipal merespon cerpen berbeda
dengan novel. Halaman membatasi perubahan spesifik karakter tokoh. Tergantung
kebutuhan penulis saja. Menulis tidak memiliki template. Untuk membuat opened
ending bisa disiasati sejak awal cerita. Membuat pembukaan cerita semenarik
mungkin menjadi siasat yang bagus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar