http://peaceofhumanitarian-brotherhood.blogspot.com/
Tugas Resume Pertemuan Ke-6
Pramuda Angkatan 17
Membahas “Non Fiksi” oleh Mbak Andi Tenri Dala F.
Oleh: Isti Toq’ah
Minggu, 5 April 2013
Taman Ayodia, Blok M, Jakarta
Kali ini pertemuan keenam Pramuda
FLP Jakarta Angkatan Ke-17 menghadirkan Mbak Dala lho. Topik diskusi kali ini adalah ”Non Fiksi”.
Pembahasan materi tidak disampaikan dengan terlalu kaku ataupun runut. Mb Dala
membagi ilmunya secara random sambil sesekali mengeluarkan satu per satu
buku-buku koleksi kesayangannya dari tas kecil yang dibawanya.
Wanita
hebat yang pernah menahkodai FLP Jakarta ini bukan hanya sekedar menjelaskan
materi ala kadarnya. Mbak Dala yang memiliki nama lengkap Andi Tenri Dala F.
ini berbagi ilmu berdasarkan pengalaman pribadinya. Kebanyakan tentang duet
Mbak Dala menulis yang mendapat kesempatan emas menulis bersama Mbak Asma Nadia
dan senior-senior FLP Jakarta.
Berikut ini adalah sedikit cas cis cus yang terekam di
goresan tinta dan buku cerita saya. J Topik-topik yang unik dan menarik bisa menajadi senjata pamungkas penulis.
Sekarang hampir tak ada topik yang tak pernah ditulis. Maka jadilah semakin
unik topik yang ditulis, semakin tertarik dan ingin membaca para penikmat karya
tulis. Lebih keren dan mantap apabila menulis apapun menggunakan referensi atau
data. Jadilah bukan hanya menulis karya non fiksi yang memerlukan data lho.
Misalnya menulis cerpen sejarah, pastilah perlu banget mencari data
setting yang detail dan reliable. Iya bukan atau bukan? J Selain itu, menulis apapun termasuk non fiksi yang ingin dibukukan
perlu memperhatikan stndardisasi jumlah halaman buku. Bisa dibilang tidak terlalu tebal ataupun tipis. Paling tidak dalam
penulisan buku untuk proses pengumpulan atau penggabungan tulisan—apabila
ditulis berjamaah—dan pengeditan memerlukan waktu sekitar dua bulan. Namun di
luar kesemua itu, yang terpenting adalah “komitmen” dari semua penulis buku
itu.
Buku non fiksi yang ditujukan untuk
buku bacaan selayaknya tidak ditulis dengan bahasa yang terlalu formal. Ini
agar buku menjadi enak dibaca. Lalu, jangan sampai buku walaupun sudah diedit, masih
saja berantakan. Dalam brainstorming penulisan sebuah buku perlu sekali
sebanyak-banyaknya membuat pertanyaan yang unik. Ini dipastikan sudah mencakup 5W
+ 1H yaa... Contohnya, jika ingin menulis buku tentang ”Pendidikan Seksual”
penulis bisa bertanya tentang:
1.
Apa yang memicu pelecehan seksual?
2.
Apa saja yang termasuk pelecehan seksual?
3.
Langkah
apa yang harus ditempuh kalu terkena pelecehan seksual? Ini termasuk
tindakan hukum juga?
Kemudian, jangan sampai terlupa menuliskan
referensi baik di footnote atau endnote dan daftar pustaka buku
tersebut. Kalaupun referensi diambil dari karya yang belum dipublikasikan,
tetap fardhu ’ain untuk mencamtumkan sumbernya, apalagi nama penulisnya
dan judul tulisannya. Ini untuk mencegah dosa terkeji dalam dunia kepenulisan.
Apalagi kalau bukan ”plagiarisme”! Nah, dalam berburu referensi sangat
membutuhkan ketelitian. Kenapa begitu? Kalau saya pribadi sih simpel saja. Buku
itu kan dikenal sebagai jendela dunia. Kalau buku yang kita tulis bukannya
mencerahkan, tapi menyesatkan pembaca, jadinya gimana? L
Mencari referensi ini bisa melalui banyak
cara. Misalnya dengan
membaca, wawancara, dan banyak bertanya. Ini juga termasuk banyak-banyak
memperhatikan orang. Kalau pinjam nasehatnya Ustadz Herry Nurdi Pak Adi
Wicaksono, dan Pak Arya Noor Amarsyah, menjadi seorang penulis bukan hanya
perlu matanya, telinganya, hatinya, pikirannya, bahkan sixth sense-nya.
Hohoho J
Inilah yang membuat setiap orang sangkat berpeluang menjadi
penulis. Semua manusia dianugerahi berkah yang sudah tepat dosisnya oleh Allah
Yang Maha Pencipta dan Maha Adil serta Maha Penyayang. Setiap ide besar
diwariskan di pikiran dan akal manusia. Tinggal manusianya saja yang bagaimana seize
those ideas. Mbak Ifa Avianty pernah curhat tentang seseorang yang
memberikan komentar di Facebook-nya. Isi komentar kurang lebih begini, “Mbak
Ifa ini nulis ide yang saya pikirin lho…” Lah? Mbak Ifa hanya tersenyum kecut
dan tidak membalasnya. Sambil mengelus dada Mbak Ifa berkata juga kurang lebih
begini, “Kalau memang dia puny a ide itu, kenapa ga segera dituliskan dan
dipublikasikan?” Hehehe. Saya dan cacing
kremi saya di perut pun tak sengaja ikut terkekeh mendengar celotehan ini.
Penulis buku “Muslimah Nggak Gitu Deh!” ini menyemangati kami,
anggota Pramuda 17 FLP Jakarta untuk jangan sekali-kali meremehkan pengalaman
pribadi. Terus? Ada lagi yang lebih “wow” lagi. “Mood itu buat diemut!” Hehehehe J Makanya, kalau pun kita lagi malas menulis,
lakukan apapun yang merepresentasikan menulis. Misalnya seperti meng-update status di Facebook dan Twitter.
Status dan tweet yang bagus dan baik di social media banyak yang
sudah menjadi gundukan buku. J Subhanallah ya?! Ini juga termasuk blog.
Beberapa teman Pramuda 17 FLP Jakarta sempat berdiskusi lebih
banyak dengan bertanya langsung pada penulis buku “Don’t Touch Me!” ini.
Sekelumit pertanyaan plus jawabannya sempat mengendap di otak saya
setelah masuk melalui telinga kanan saya—karena belum sempat kabur melalui
kuping kiri. Seperti yang sudah Mbak Dala sampaikan, banyak hal bisa ditulis. Ini
termasuk cerita sehari-hari atau kisah nyata bisa disampaikan dengan ringan
untuk memotivasi dan menginspirasi seperti dalam buku ”Chicken Soup”.
Ada pertanyaan yang lumayan menggelitik. Menulis kreatif itu yang gimana sih? Penulis buku “Gara-Gara Jilbabku” ini pun
merespon. Kalau di karya fiksi, tulisan yang kreatif ya yang menarik. J Nah, semua yang kita tulis itu kan tinggal
menceritakan apa yang sudah ada. Ini juga pernah disampaikan oleh penulis buku
”Jodoh Dari Surga”. Tidak ada ide
yang benar-benar fresh. Tinggal bagaimana kita menuliskannya. Moderator bernama
Lia dari Muda 16 FLP Jakarta ikut menyemangati. Kreatifitas yaitu bagaimana
cara kita menghubungkan satu ide yang sudah ada dengan ide lain yang juga telah
ada. Mbak Dala memantapkan dengan berkata bahwa di masa depan bisa jadi semua
hal sudah tergantikan dengan mesin seiring dengan semakin majunya teknologi
yang dikembangkan oleh manusia. Nah, yang tersisa hanyalah apa yang ada di
pikiran kita baik dituangkan melalui karya seperti: menulis, menggambar,
menulis lagu, berdebat, dan lain sebagainya. Kemudian, selain memilih topik
yang unik dan menarik, menentukan target pembaca juga sangat perlu.
Menulis bagi yang tidak sempat bergabung
dengan organisasi atau komunitas menulis seperti FLP Jakarta sebenarnya
bukanlah hambatan apalagi alasan untuk tidak melanjutkan menulis. Kemudian,
cara mudah memulai menulis seperti yang disebutkan di atas yaitu dengan tidak
mengabaikan pengalaman pribadi. Ini sudah dilakukan oleh banyak penulis seperti
Mas Iwan Setiawan dalam novelnya ”9 Summers 10 Autums”. Buku ini
sebenarnya merupakan otobiografi penulis. Karena dibungkus dengan ringan dan
tidak terlalu curhat seperti diary, maka jadilah buku ini terkesan
seperti novel biasa yang luar biasa. J
Nah, terus yang terpenting, mumpung masih ada
umur dan waktu, jangan lupa untuk membuat target menulis yaa!! Bagi yang merasa kurang nyaman untuk membedah
karyanya, bisa langsung saja mengirimkan tulisannya untuk dipublikasikan
setelah diedit dengan rapi. Last
but not least, menulis outline
bisa jadi sangat bermanfaat walaupun kita hobi menulis secara impromptu atau
spontan. Outline itu sama seperti pipa air yang mengatur aliran air yang
dibuka dari kran—sebagai sumbernya.
Selamat dan semangat menulis!!!
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar