Selasa, 14 Mei 2013

Non Fiksi bersama Andi Tenri Dala F. - FLP Jakarta Pramuda 17

http://peaceofhumanitarian-brotherhood.blogspot.com/

Tugas Resume Pertemuan Ke-6
Pramuda Angkatan 17
Membahas “Non Fiksi” oleh Mbak Andi Tenri Dala F.
Oleh: Isti Toq’ah
Minggu, 5 April 2013
Taman Ayodia, Blok M, Jakarta
            Kali ini pertemuan keenam Pramuda FLP Jakarta Angkatan Ke-17 menghadirkan Mbak Dala lho. Topik diskusi kali ini adalah ”Non Fiksi”. Pembahasan materi tidak disampaikan dengan terlalu kaku ataupun runut. Mb Dala membagi ilmunya secara random sambil sesekali mengeluarkan satu per satu buku-buku koleksi kesayangannya dari tas kecil yang dibawanya.
            Wanita hebat yang pernah menahkodai FLP Jakarta ini bukan hanya sekedar menjelaskan materi ala kadarnya. Mbak Dala yang memiliki nama lengkap Andi Tenri Dala F. ini berbagi ilmu berdasarkan pengalaman pribadinya. Kebanyakan tentang duet Mbak Dala menulis yang mendapat kesempatan emas menulis bersama Mbak Asma Nadia dan senior-senior FLP Jakarta.
            Berikut ini adalah sedikit cas cis cus yang terekam di goresan tinta dan buku cerita saya. J Topik-topik yang unik dan menarik bisa menajadi senjata pamungkas penulis. Sekarang hampir tak ada topik yang tak pernah ditulis. Maka jadilah semakin unik topik yang ditulis, semakin tertarik dan ingin membaca para penikmat karya tulis. Lebih keren dan mantap apabila menulis apapun menggunakan referensi atau data. Jadilah bukan hanya menulis karya non fiksi yang memerlukan data lho.
            Misalnya menulis cerpen sejarah, pastilah perlu banget mencari data setting yang detail dan reliable. Iya bukan atau bukan? J Selain itu, menulis apapun termasuk non fiksi yang ingin dibukukan perlu memperhatikan stndardisasi jumlah halaman buku. Bisa dibilang tidak terlalu tebal ataupun tipis. Paling tidak dalam penulisan buku untuk proses pengumpulan atau penggabungan tulisan—apabila ditulis berjamaah—dan pengeditan memerlukan waktu sekitar dua bulan. Namun di luar kesemua itu, yang terpenting adalah “komitmen” dari semua penulis buku itu.
            Buku non fiksi yang ditujukan untuk buku bacaan selayaknya tidak ditulis dengan bahasa yang terlalu formal. Ini agar buku menjadi enak dibaca. Lalu, jangan sampai buku walaupun sudah diedit, masih saja berantakan. Dalam brainstorming penulisan sebuah buku perlu sekali sebanyak-banyaknya membuat pertanyaan yang unik. Ini dipastikan sudah mencakup 5W + 1H yaa... Contohnya, jika ingin menulis buku tentang ”Pendidikan Seksual” penulis bisa bertanya tentang:
1.      Apa yang memicu pelecehan seksual?
2.      Apa saja yang termasuk pelecehan seksual?
3.      Langkah  apa yang harus ditempuh kalu terkena pelecehan seksual? Ini termasuk tindakan hukum juga?
Kemudian, jangan sampai terlupa menuliskan referensi baik di footnote atau endnote dan daftar pustaka buku tersebut. Kalaupun referensi diambil dari karya yang belum dipublikasikan, tetap fardhu ’ain untuk mencamtumkan sumbernya, apalagi nama penulisnya dan judul tulisannya. Ini untuk mencegah dosa terkeji dalam dunia kepenulisan. Apalagi kalau bukan ”plagiarisme”! Nah, dalam berburu referensi sangat membutuhkan ketelitian. Kenapa begitu? Kalau saya pribadi sih simpel saja. Buku itu kan dikenal sebagai jendela dunia. Kalau buku yang kita tulis bukannya mencerahkan, tapi menyesatkan pembaca, jadinya gimana? L
Mencari referensi ini bisa melalui banyak cara. Misalnya dengan membaca, wawancara, dan banyak bertanya. Ini juga termasuk banyak-banyak memperhatikan orang. Kalau pinjam nasehatnya Ustadz Herry Nurdi Pak Adi Wicaksono, dan Pak Arya Noor Amarsyah, menjadi seorang penulis bukan hanya perlu matanya, telinganya, hatinya, pikirannya, bahkan sixth sense-nya. Hohoho J
Inilah yang membuat setiap orang sangkat berpeluang menjadi penulis. Semua manusia dianugerahi berkah yang sudah tepat dosisnya oleh Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Adil serta Maha Penyayang. Setiap ide besar diwariskan di pikiran dan akal manusia. Tinggal manusianya saja yang bagaimana seize those ideas. Mbak Ifa Avianty pernah curhat tentang seseorang yang memberikan komentar di Facebook-nya. Isi komentar kurang lebih begini, “Mbak Ifa ini nulis ide yang saya pikirin lho…” Lah? Mbak Ifa hanya tersenyum kecut dan tidak membalasnya. Sambil mengelus dada Mbak Ifa berkata juga kurang lebih begini, “Kalau memang dia puny a ide itu, kenapa ga segera dituliskan dan dipublikasikan?” Hehehe. Saya dan cacing kremi saya di perut pun tak sengaja ikut terkekeh mendengar celotehan ini.
Penulis buku “Muslimah Nggak Gitu Deh!” ini menyemangati kami, anggota Pramuda 17 FLP Jakarta untuk jangan sekali-kali meremehkan pengalaman pribadi. Terus? Ada lagi yang lebih “wow” lagi. Mood itu buat diemut!” Hehehehe J Makanya, kalau pun kita lagi malas menulis, lakukan apapun yang merepresentasikan menulis. Misalnya seperti meng-update status di Facebook dan Twitter. Status dan tweet yang bagus dan baik di social media banyak yang sudah menjadi gundukan buku. J Subhanallah ya?! Ini juga termasuk blog.
Beberapa teman Pramuda 17 FLP Jakarta sempat berdiskusi lebih banyak dengan bertanya langsung pada penulis buku “Don’t Touch Me!” ini. Sekelumit pertanyaan plus jawabannya sempat mengendap di otak saya setelah masuk melalui telinga kanan saya—karena belum sempat kabur melalui kuping kiri. Seperti yang sudah Mbak Dala sampaikan, banyak hal bisa ditulis. Ini termasuk cerita sehari-hari atau kisah nyata bisa disampaikan dengan ringan untuk memotivasi dan menginspirasi seperti dalam buku ”Chicken Soup”.
Ada pertanyaan yang lumayan menggelitik. Menulis kreatif itu yang gimana sih? Penulis buku “Gara-Gara Jilbabku” ini pun merespon. Kalau di karya fiksi, tulisan yang kreatif ya yang menarik. J Nah, semua yang kita tulis itu kan tinggal menceritakan apa yang sudah ada. Ini juga pernah disampaikan oleh penulis buku ”Jodoh Dari Surga”. Tidak ada ide yang benar-benar fresh. Tinggal bagaimana kita menuliskannya. Moderator bernama Lia dari Muda 16 FLP Jakarta ikut menyemangati. Kreatifitas yaitu bagaimana cara kita menghubungkan satu ide yang sudah ada dengan ide lain yang juga telah ada. Mbak Dala memantapkan dengan berkata bahwa di masa depan bisa jadi semua hal sudah tergantikan dengan mesin seiring dengan semakin majunya teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Nah, yang tersisa hanyalah apa yang ada di pikiran kita baik dituangkan melalui karya seperti: menulis, menggambar, menulis lagu, berdebat, dan lain sebagainya. Kemudian, selain memilih topik yang unik dan menarik, menentukan target pembaca juga sangat perlu.
Menulis bagi yang tidak sempat bergabung dengan organisasi atau komunitas menulis seperti FLP Jakarta sebenarnya bukanlah hambatan apalagi alasan untuk tidak melanjutkan menulis. Kemudian, cara mudah memulai menulis seperti yang disebutkan di atas yaitu dengan tidak mengabaikan pengalaman pribadi. Ini sudah dilakukan oleh banyak penulis seperti Mas Iwan Setiawan dalam novelnya ”9 Summers 10 Autums”. Buku ini sebenarnya merupakan otobiografi penulis. Karena dibungkus dengan ringan dan tidak terlalu curhat seperti diary, maka jadilah buku ini terkesan seperti novel biasa yang luar biasa. J
Nah, terus yang terpenting, mumpung masih ada umur dan waktu, jangan lupa untuk membuat target menulis yaa!!  Bagi yang merasa kurang nyaman untuk membedah karyanya, bisa langsung saja mengirimkan tulisannya untuk dipublikasikan setelah diedit dengan rapi. Last but not least, menulis outline bisa jadi sangat bermanfaat walaupun kita hobi menulis secara impromptu atau spontan. Outline itu sama seperti pipa air yang mengatur aliran air yang dibuka dari kran—sebagai sumbernya.
Selamat dan semangat menulis!!!
^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar